
Bondowoso, Media Al-Ishlah – Ahad, (03/08/25) Sinar mentari yang menyengat di siang bolong tak dapat memadamkan api semangat seluruh santriwati Pondok Pesantren Al-Ishlah Putri. Tak ayal, semua itu dilakukan demi mengikuti Seminar Literasi bekerjasama dengan Ngaji Literasi, yang mengangkat tema Keajaiban Tulisan: Pesantren Sebagai Ibu Literasi di Gedung Serba Guna (GSG).
Dengan Aditya Akbar Hakim sebagai pemateri, sesi lanjutan ini dilaksanakan khusus untuk seluruh santriwati kelas Takhasus – 6 KMI (Madrasah Aliyah) beserta seluruh asatidah, setelah sebelumnya mengisi sesi seminar dengan santri putra dengan tema yang sama.
Baca Juga: Training of Leadership 2025: Cetak Calon Pemimpin dengan Karakter dan Aksi Nyata
Merujuk dari tema yang diusung oleh panitia, pemateri menjelaskan bahwa ibu memiliki arti yang mendalam. Tak hanya sebagai seseorang yang telah merawat dan membesarkan, namun juga sebagai sosok yang telah melahirkan generasi-generasi penerus bangsa.
Semua kebaikan akan diturunkan oleh ibu kepada anaknya. Begitu pula pesantren, yang telah melahirkan dan mengajarkan generasi-generasi unggul penerus bangsa di tengah dunia yang sedang porak poranda.
Ia juga memaparkan bahwa literasi tak hanya seputar membaca dan menulis, namun mencakup seluruh kegiatan, aktivitas sehari-hari yang dilakukan dengan fokus dan memperhatikan secara teliti sudah termasuk dalam lingkup literasi.

Menjadi seorang penulis merupakan suatu kehebatan. Bahkan, pesantren pun dapat semakin dikenal khalayak luas karena telah melahirkan banyak penulis.
Ia memberikan contoh Ahmad Fuadi sebagai seorang novelis yang telah menulis beberapa novel trilogi berlatar pesantren. Sehingga dengan tulisan itulah, pesantren semakin diminati oleh banyak khalayak luas.
Baca Juga: Tasmi’ Perdana Digelar di Gedung Manarotul Qur’an: Awali tradisi 1 Pekan 1 Juz
Banyak saat ini seorang da’i yang tidak dapat menuliskan apa yang disampaikannya. Namun saat ini, tidak banyak juga seorang penulis yang menulis banyak karya sekaligus dapat menyampaikannya. Oleh karena itu, ia berpesan bahwa seorang santri haruslah menulis agar dapat menyingkirkan tulisan yang mengandung pesan buruk.
“Teori menulis adalah membaca, sehingga memprioritaskan membaca dan menulis itu sebagai kebutuhan,” ucap owner Gerakan Gemar Maos tersebut dengan meyakinkan.

Sembari memberi pesan kepada seluruh peserta yang hadir bahwa semakin banyak seseorang membaca, maka akan semakin hebat karya yang akan ia tulis. Tak lupa, ia juga menyelipkan sebuah pepatah dari salah seorang pemikir islam, yakni Sayyid Qutb, “Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus jutaan kepala.”
Baca Juga: Training of Leadership 2025: Bahasa dan Segala Komunikasinya
Mengingatkan kepada seluruh peserta bahwa satu kalimat saja memiliki kekuatan untuk diucapkan, sehingga dapat mempengaruhi banyak orang bahkan mengubah opini suatu oknum tertentu.


Sesi berikutnya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan dengan berbagai pertanyaan serta jawaban kritis. Para peserta yang telah aktif bertanya diberi berbagai hadiah doorprize berupa buku dan acara ditutup dengan sesi foto bersama.
Reporter: Dzakiroh Qoyyimah H.
Fotografer: K.Sofhia, Faranisa Nur Aulia
Editor: M.R. Ridho