
Bondowoso, Media Al-Ishlah – Jumat (6/06/2025) Ratusan santriwan, santriwati, dan warga sekitar memadati lapangan Pondok Pesantren Al-Ishlah Bondowoso untuk melaksanakan Shalat Idul Adha berjamaah. Shalat Idul Adha, yang hanya dilaksanakan sekali dalam setahun pada bulan Dzulhijjah, menjadi momen spiritual yang dinantikan oleh umat Islam.
Pelaksanaan shalat dimulai pukul 06.00 WIB di lapangan utama Pondok Al-Ishlah. Shalat dipimpin oleh Gus Ahmad Jaisyu Muhammad, yang merupakan putra dari Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ishlah, Abi K.H. Thoha Yusuf Zakariya, Lc.
Baca Juga: One Day with Mom: Merajut Kekompakan dan Kreativitas Santri Melalui Lomba Memasak dan Kreasi Kue
Usai shalat, khutbah disampaikan oleh Gus Zaky Zeynel Abidin. Dalam khutbahnya, Gus Zaky mengajak jamaah untuk merenungi makna Idul Adha sebagai peringatan sejarah penuh nilai keimanan dan kemanusiaan.
“Pada hari ini, tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan dengan 6 Juni 2025 Masehi, berjuta-juta kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia terhampar di padang Arafah menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang kelima. Lebih dari dua juta hamba Allah mengalir syahdu menggemakan takbir dan tahmid seraya memuji kebesaran Allah, berziarah menuju tempat-tempat suci seraya mengenang histori Khalilullah Nabi Ibrahim a.s. dan putranya Nabi Ismail a.s.,” paparnya.
Baca Juga: Tanamkan Nilai Religius Anak Terhadap Rukun Islam Kelima Melalui Manasik Haji
Cucu dari pendiri Pondok Al-Ishlah tersebut menegaskan bahwa Idul Adha merupakan simbol ketaatan dan pengorbanan. Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Baca Juga: Jama’ah Muslimin Singapura Shadaqah dan Aqiqah di Pondok Pesantren Al-Ishlah
Dalam khutbahnya, Gus Zaky juga mengisahkan tentang keikhlasan Hajar, istri Nabi Ibrahim, dan perjuangannya mencari air untuk anaknya, Ismail, di tengah tanah yang tandus.
“Idhul Adha mengingatkan kita kepada seorang sosok suami yang rela menyembelih anak demi keimanannya, dan ini juga tentang istrinya, Hajar, yang mengulang pertanyaannya tiga kali. Segera ia tersadar dan berkata ‘apakah Allah yang menyuruhmu berbuat demikian?’ tanya Hajar. ‘Benar,’ jawab Ibrahim. ‘Maka Allah tidak akan menelantarkan kami,’ ucap Hajar optimis.”
Gus Zaky juga menyinggung kisah zam-zam dan perjalanan spiritual Hajar antara bukit Shafa dan Marwa yang kemudian diabadikan dalam rukun haji dan umrah.
“Sampai datanglah pertolongan Allah Swt., tiba-tiba air keluar dari kaki kecilnya yang menangis karena kehausan. Hajar takjub dan berkata ‘Zam-zam, zam-zam, berkumpul.’ Ia segera membuat kolam kecil agar air zam-zam tidak melimpah ke mana-mana.”
Khutbah ditutup dengan kisah klimaks pengorbanan Nabi Ibrahim saat diperintah menyembelih putranya. Gus Zaky menyampaikan bagaimana ujian itu dihadapi dengan keimanan luar biasa oleh kedua sosok tersebut.
“Bayangkan setelah bertahun-tahun tidak jumpa dan saat bertemu kembali, di saat-saat melepas rindu, tiba-tiba bapak bertanya ‘apakah aku boleh menyembelihmu?’ Apakah Ibrahim ragu? Tidak. Apakah Ismail marah? Tidak. Jawaban Ismail atas pertanyaan ayahnya sungguh luar biasa, jawaban yang menunjukkan kualitas iman, muncul dari anak yang shalih putra dari bapak yang shalih.”
Ketika penyembelihan hampir terjadi, Allah mengganti Ismail dengan hewan sembelihan. Sejak saat itu, penyembelihan hewan kurban menjadi syariat yang terus dilaksanakan hingga kini.
Khutbah ditutup dengan doa, agar umat Islam dapat meneladani Nabi Ibrahim dan Ismail dalam hal ketaatan dan keimanan kepada Allah SWT, meskipun terasa berat untuk dilakukan.
Reporter: Syahbana
Fotografer: Fadel
Editor: M. R. Ridho